The best Side of sirah business school

terhadap bintang-bintang adalah keyakinan terhadap anwa' (simbol tertentu yang dibaca sesuai dengan posisi bintang) ; oleh karenanya mereka selalu mengatakan ; 'hujan yang turun ke atas kami ini lantaran posisi bintang begini dan begitu'. Di kalangan mereka juga beredar kepercayaan ath-Thiyarah yaitu merasa nasib sial atau meramal nasib buruk (karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja) . Pada mulanya mereka mendatangi seekor burung atau kijang, lalu mengusirnya. Jika burung atau kijang itu mengambil arah kanan, maka mereka jadi bepergian ke tempat yang hendak dituju dan hal itu dianggap sebagai pertanda baik. Jika burung atau kijang itu mengambil arah kisri, maka mereka tidak berani bepergian dan mereka meramal hal itu sebagai tanda kesialan. Mereka juga meramal sial jika di tengah jalan bertemu burung atau hewan tertentu. Tak bebeda jauh dengan hal ini adalah kebiasaan mereka yang menggantungkan ruas tulang kelinci (dengan kepercayaan bahwa hal itu dapat menolak bala'-penj). Mereka juga menyandarkan kesialan kepada hari-hari, bulan-bulan, hewan-hewan, rumah-rumah atau wanita-wanita. Begitu juga keyakinan terhadap penularan penyakit dan binatang berbisa. Mereka percaya bahwa orang yang mati terbunuh, jiwanya tidak tenteram jika dendamnya tidak dilampiaskan. Ruhnya bisa menjadi binatang berbisa dan burung hantu yang beterbangan di padang sahara/tanah lapang seraya berteriak: 'Haus!

hanya ingin mencela agama dan nenek moyang kita, membuyarkan angan-angan serta mencaci tuhan-tuhan kita. Sungguh aku berjanji atas nama Allah untuk duduk didekatnya dengan membawa batu besar yang mampu aku angkat dan akan aku hempaskan ke kepalanya saat dia sedang sujud dalam shalatnya. Maka saat itu, kalian hanya memiliki dua pilihan; membiarkanku atau mencegahku. Dan setelah hal itu terjadi, maka Banu ‘Abdi Muththalib bisa berbuat apa saja yang mereka mau”. Mereka menjawab: “demi Allah! kami tidak akan pernah membiarkanmu untuk melakukan sesuatupun. Pergilah kemana yang engkau mau”. Ketika paginya, Abu Jahal rupanya benar-benar mengambil batu besar sebagaimana yang dia katakan, kemudian duduk sambil menunggu kedatangan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Rasulullah pun datang dan melakukan seperti yang biasa beliau lakukan. Beliau berdiri lalu melakukan shalat sedangkan kaum Quraisy juga sudah datang dan duduk di perkumpulan mereka sembari menunggu apa yang akan dilakukan oleh Abu Jahal. Manakala Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam sedang sujud, Abu Jahal pun mengangkat batu tersebut kemudian berjalan menuju ke arah beliau hingga jaraknya sangat dekat sekali akan tetapi anehnya dia justru berbalik mundur, merasa ciut, wajahnya pasi dan dirundung ketakutan.

Andai di masa Islam aku diundang untuk menghadirinya, niscaya aku akan memenuhinya". Sebagai catatan, semangat perjanjian ini bertentangan dengan fanatisme Jahiliyyah yang digembar-gemborkan ketika itu. Diantara hal yang disebutkan sebagai sebab terjadinya perjanjian tersebut adalah ada seorang dari kabilah Zabiid datang ke Mekkah membawa barang dagangannya, kemudian barang tersebut dibeli oleh al-'Ash bin Waa-il as-Sahmi akan tetapi dia tidak memperlakukannya sesuai dengan haknya. Orang tersebut meminta bantuan kepada sukutu-sekutu al-'Ash namun mereka mengacuhkannya. Akhirnya, dia menaiki gunung Abi Qubais dan menyenandungkan sya'ir-sya'ir yang berisi kezhaliman yang tengah dialaminya seraya mengeraskan suaranya. Rupanya, az-Zubair bin 'Abdul Muththalib mendengar hal itu dan bergerak menujunya lalu bertanya-tanya:"kenapa orang ini diacuhkan?". Tak berapa lama kemudian berkumpullah kabilah-kabilah yang telah menyetujui perjanjian Hilful Fudhuul diatas, lantas mereka mendatangi al-'Ash bin Waa-il dan mendesaknya agar mengembalikan hak orang tersebut, mereka berhasil setelah membuat suatu perjanjian. Menjalani kehidupan dengan kerja keras

KEKUASAAN DAN IMARAH DI KALANGAN BANGSA ARAB Selagi kita hendak membicarakan masalah kekuasaan di kalangan Bangsa Arab sebelum Islam, berarti kita harus membuat miniatur sejarah pemerintahan, imarah (keemiratan), agama dan kepercayaan di kalangan Bangsa Arab, agar lebih mudah bagi kita untuk memahami kondisi yang tengah bergejolak saat kemunculan Islam. Para penguasa jazirah tatkala terbitnya matahari Islam, bisa dibagi menjadi dua kelompok: Raja-raja yang mempunyai mahkota, tetapi pada hakikatnya mereka tidak memiliki independensi dan berdiri sendiri Para pemimpin dan pemuka kabilah atau suku, yang memiliki kekuasaan dan hak-hak istimewa seperti kekuasaan para raja. Mayoritas di antara mereka memiliki independensi. Bahkan boleh jadi sebagian diantara mereka mempunyai subordinasi layaknya seorang raja yang mengenakan mahkota.

Pedang-pedang kemudian dia jadikan sebagai pintu Ka'bah, sedangkan dua pangkal pelana tersebut dia jadikan sebagai lempengan-lempengan emas dan ditempelkan di pintu tersebut. Dia juga menyediakan tempat untuk pelayanan air Zam-zam bagi para jama'ah haji. Ketika sumur Zam-zam berhasil digali, orang-orang Quraisy mempermasalahkannya. Mereka berkata kepadanya: "ikutsertakan kami!". Dia menjawab: "aku tidak akan melakukannya sebab ini merupakan proyek yang sudah aku tangani secara khusus". Mereka tidak tinggal diam begitu saja tetapi menyeretnya ke pengadilan seorang dukun wanita dari Bani Sa'd, di pinggiran kota Syam namun dalam perjalanan mereka, bekal air pun habis lalu Allah turunkan hujan ke atas 'Abdul Muththalib tetapi tidak setetespun tercurah ke atas mereka. Mereka akhirnya tahu bahwa urusan Zam-zam telah dikhususkan kepada 'Abdul Muththalib dan pulang ke tempat mereka masing-masing. Saat itulah 'Abdul Muththalib bernazar bahwa jika dikaruniai sepuluh orang anak dan mereka sudah mencapai usia baligh, meskipun mereka mencegahnya guna mengurungkan niatnya untuk menyembelih salah seorang dari mereka disisi Ka'bah maka dia tetap akan melakukannya. Ringkasan momentum kedua: Abrahah ash-Shabbah al-Habasyi, penguasa bawahan an-

Rasulullah lah yang menjadi orang pertama yang memasukinya. Tatkala mereka melihatnya, dia disambut dengan teriakan: "inilah al-Amiin! Kami rela! Inilah Muhammad! ". Dan ketika beliau mendekati mereka dan diberitahu tentang hal tersebut, beliau meminta sehelai selendang dan meletakkan al-Hajar al-Aswad ditengahnya, lalu pemimpin-pemimpin kabilah yang bertikai tersebut diminta agar masing-masing memegang ujung selendang dan memerintahkan mereka untuk mengangkatnya tinggitinggi hingga manakala mereka telah menggelindingkannya dan sampai ke tempatnya, beliau Shallallahu 'alaihi wasallam mengambilnya dengan tangannya dan meletakkannya di tempatnya semula. Ini merupakan solusi yang tepat dan jitu yang diridhai oleh semua pihak. Orang-orang Quraisy kekurangan dana dari sumber usaha yang baik sehingga mereka harus membuang sebanyak enam hasta dari bagian utara, yaitu yang dinamakan dengan alHijr (Hijr Isma'il-red) dan al-Hathim, lalu mereka tinggikan pintunya dari permukaan bumi agar tidak dapat dimasuki kecuali saat menginginkannya. Tatkala pembangunan sudah mencapai lima belas hasta, mereka memasang atap yang disangga dengan enam tiang. Akhirnya Ka'bah yang baru diselesaikan tersebut berubah menjadi hampir berbentuk kubus dengan ketinggian fifteen m dan panjang sisi yang berada di bagian al-Hajar al-Aswad dan bagian yang searah dengannya adalah 10,ten m.

Dengan meneliti seluruh kegiatan-kegiatan tersebut secara cermat dan seksama akan jelas bahwa al-maghazy merupakan satu kesatuan dari rangkaian yang saling mengikat satu sama lain. Ini adalah suatu rangkaian kegiatan militer dan politik yang sasarannya adalah penyebaran Islam dan ekspansi kekuatannya. Hal ini tidak begitu jelas bagi sejarawan tradisional kita, sehingga mereka mengkaji al-maghazy secara terpisah satu sama lain. Karena itu, mereka tidak dapat menemukan hikmah dibalik itu semua. Kadangkala mereka mengajukan keterangan yang amat bersahaja, yang -tidak ada hubungannya dengan misi dan concentrate on perang- mengenai motivasi lahirnya suatu keputusan Rasulullah untuk mengutus satu ‘detasmen’. Dalam hal ini mereka mengatakan misalnya “informasi telah sampai kepada Rasulullah bahwa suatu suku Arab mengadakan mobilisasi untuk menyerang Madinah, lalu Rasulullah mendahului serangan mereka, baik dengan memimpin langsung atau menunjuk seorang sahabat untuk memimpinnya”. Mereka secara tidak sadar menjadikan seluruh kebijakan dan kegiatan Rasulullah bersifat reaksional. Dari keterangan mereka difahami bahwa Rasulullah tidak menugaskan ‘detasmen’ dzi-amarr kecuali karena adanya informasi bahwa suku ghatfan dengan pasukannya telah bergerak menuju perbatasan Madinah untuk mengadakan serangan. Tapi jika kita kaji lebih seksama akan terlihat bahwa al-maghazy seluruhnya telah diatur dan dicanangkan secara cermat sekali sebagai satu kesatuan kegiatan militer dan politik yang bertujuan untuk menundukkan semenanjung Arab dan penduduknya kedalam Islam agar menjadi foundation kekuatan penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Bahkan lebih dari itu kami mempunyai asumsi bahwa setiap kategori al-maghazy memiliki keterikatan satu sama lain dari segi urgensi dan concentrate on masing-masing.

Pada masa stagnan tersebut, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dirundung kesedihan yang mendalam yang diselimuti oleh rasa kebingungan dan panik. Dalam kitab "at-Ta'bir" , Imam Bukhari meriwayatkan naskah sebagai berikut:" menurut berita yang sampai kepada kami, wahyupun mengalami stagnan hingga membuat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sedih dan berkali-kali berlarian agar dia dapat terjerembab ke ujung jurang-jurang gunung, namun setiap beliau mencapai puncak gunung untuk mencampakkan dirinya, malaikat Jibril menampakkan wujudnya sembari berkata: "wahai Muhammad! Sesungguhnya engkau sebenar-benar utusan Allah!". Spirit ini dapat menenangkan dan memantapkan kembali jiwa beliau. Lalu pulanglah beliau ke rumah, namun manakala masa stagnan itu masih terus berlanjut beliaupun mengulangi tindakan sebagaimana sebelumnya; dan ketika dia mencapai puncak gunung, malaikat Jibril menampakkan wujudnya dan berkata kepadanya seperti sebelumnya (memberi spirit kepada beliau-red)". Jibril 'alaihissalam Turun Kembali Membawa Wahyu Ibnu Hajar berkata: "Masa stagnan itu sungguh telah menghilangkan ketakutan yang telah dialami oleh beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dan membuatnya bersemangat untuk kembali mengalaminya. Dan ketika hal ini benar terjadi dan beliau mulai menanti-nanti

Sirah Rasulullah S.A.W. memang tak pernah kering untuk digali dan tak pernah habis untuk ditulis. Para ulama dan sejarawan sudah banyak yang menjelaskan dan meriwayatkan segenap aspek kehidupan beliau serta setiap peristiwa dan kejadian yang beliau alami. Namun, belum ada di antara karya-karya tersebut yang menjabarkan rekaman kehidupan beliau secara utuh dan lengkap. Buku ar-Rahiq al-Makhtum ini tak diragukan lagi karena buku ini adalah sebuah karya masterpiece yang menyajikan perjalanan hidup Nabi Muhammad S.A.W. sejak dilahirkan hingga wafat dan melukiskan perjuangan beliau dalam menyampaikan risalah Islam secara terinci. Penulisnya Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menyandarkan kajiannya pada riwayat-riwayat otentik dari berbagai sumber resmi dan sahih.

manusia yang dijangkiti penyakit riya' dan menghakimi sendiri. Para pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah; menghakimi masyarakat seenaknya dan bahkan menvonis mereka seakan mereka mengetahui apa yang terbetik dihati dan dibibir mereka. Ambisi utama mereka hanyalah bagaimana mendapatkan kekayaan dan kedudukan, sekalipun berakibat lenyapnya agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah diperintahkan oleh Allah dan yang harus dijunjung tinggi oleh setiap orang.

Berikut penulis berikan contoh betapa besar nilai pendekatan historis dalam memperkaya materi sejarah dan manfaat yang diperoleh dari uraian sejarah Nabi. Pada umumnya kita sudah membaca Sirah versi Ibnu Hisyam dan para muridnya mulai dari al-Suheily dengan al-raudlul anif-nya, sampai kepada Sirah versi Ibnu Katsier, seorang ahli hadis dan sejarawan klasik terkenal. Karya-karya tersebut cukup berfaedah4 terutama karena orientasi linguistik al-Suheily menjelaskan makna kosa kata, sekalipun beliau menulis Sirah dengan penuh perasaan. Tulisannya banyak memuat uraian yang irrasionil. Sementara Ibnu Katsier dengan orientasi fiqhnya mengutip hadis-hadis dari Sirah yang berupaya mengangkat suatu hukum atau menjelaskan filsafat hukum Islam.

Dalam perkembangan selanjutnya, Sirah Nabawiyah berkembang dalam bahasa pengantar yang beraneka. Tak hanya dalam bahasa Arab sebagaimana aslinya, tapi juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa besar di dunia. Seperti halnya “

Begitu juga, agama tersebut dianut oleh mayoritas penduduk Syam dan Yaman pada zaman purbakala. Setelah beruntunnya kedatangan beberapa agama baru seperti agama Yahudi dan Nasrani, agama ini mulai kehilangan identitasnya dan aktivutasnya mulai redup. Tetapi masih ada sisa-sisa para pemeluknya yang membaur dengan para pemeluk Majusi atau hidup berdampingan dengan mereka, yaitu di masyarakat Arab di Iraq dan di kawasan tepi pantai teluk Arab. Kondisi Kehidupan Agama Agama-agama tersebut merupakan agama yang sempat eksis sebelum kedatangan Islam. Namun dalam agama-agama tersebut, sudah terjadi penyimpangan dan hal-hal yang merusak. Orang-orang Musyrik yang mendakwa diri mereka adalah penganut agama Ibrahim, justeru keadaannya teramat jauh dari perintah dan larangan syariat Ibrahim. Ajaran-ajaran tentang akhlaq mulia mereka sudah abaikan sehingga maksiat tersebar dimana-mana. Seiring dengan peralihan zaman secara bertahap terjadi perkembang yang sama seperti ajpa yang dilakukan oleh para penyembah berhala (paganis). Adat istiadat dan tradisi-tradisi yang berlaku telah berubah menjadi khurafat-khurafat dalam agama dan ini memiliki dampak negatif yang amat parah terhadap kehidupan sosio politik dan religi masyarakat. Lain lagi perubahan yang terjadi terhadap orang-orang Yahudi; mereka telah menjadi

kedalam Islam selama memungkinkan; serta berhasil mereduksi laju perekonomian Mekkah; sehingga akhirnya tiada jalan lain lagi bagi Mekkah kecuali konfrontasi militer. Pada more info perang abwa dan bawath, umat Islam berhasil menguasai kedua jalan alternatif perdagangan Mekkah-Madinah yang mengapit jalur perdagangan Mekkah-Syam. Sekutu-sekutu Juheina, Belluy dan Dhamrah yang bermukim di sepanjang jalur tersebut berhasil ditarik masuk kedalam barisan umat Islam. Seperti telah disinggung terdahulu, ketika gerombolan Kurz AlFihry merampok gudang logistik Madinah Rasulullah sendiri memimpin pengejaran sebagai tanda penolakan beliau terhadap sistim upeti, bahkan memberikan ganjaran kepada mereka yang mempunyai ambisi mengancam ketentraman Madinah, sehingga pengejaran dilakukan demikian jauh sampai mendekati daerah Badr kemudian kembali ke Madinah. Oleh karena itu operasi itu dinamakan perang Badr I. Setelah itu Rasulullah memimpin pasukan yang terdiri atas one hundred fifty atau two hundred personil angkatan perang menuju dzat al-usyeira untuk mencegat kafilah dagang Mekkah, yang terdiri atas 2500 ekor unta, yang dikawal oleh 100 personil pasukan Qureisy dibawah pimpinan Umayah ibn Khalaf Al-Makhzumy, yang sedang kembali dari Syam menuju Mekkah. Sebulan sebelumnya Rasulullah telah memimpin operasi yang sama ketika kafilah tersebut sedang menuju Syam tetapi terlambat. Dan ketika diinformasikan bahwa kafilah tersebut sedang kembali dari Syam, Rasulullah bersama balatentaranya segera menuju dzat al-usyeira, tetapi terlambat karena baru saja beliau tiba ternyata kafilah sudah berlalu. Rupanya focus on operasi yang dipimpin langsung oleh Rasulullah tersebut bukan untuk mencegat kafilah melainkan untuk menguji loyalitas dan komitmen suku bani Dhamrah yang bermukim di wilayah dzat al-usyeira yang kaya akan tanah pertanian dan sumber mata air yang melimpah dan berada pada jalur strategis perdagangan Mekkah-Syam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *